Kiai Kholil lahir pada hari Selasa, 11
Jumadil Akhir 1235 H di Bangkalan Madura. Ayahnya bernama Abdul Latif
bin Kiai Harun bin Kiai Muharram bin Kiai Asrol Karomah bin Kiai
Abdullah bin Sayyid Sulaiman. Sayyid Sulaiman ialah cucu Sunan Gunung
Jati. Oleh karena itu beliau sangat mengharap dan mohon kepada Allah SWT
agar anaknya menjadi pemimpin umat serta mendambakan anaknya mengikuti
jejak Sunan Gunung Jati.
Setelah
tahun 1850 Kiai Kholil muda berguru kepada Kiai Muhammad Nur di
Pesantren Langitan Tuban, kemudian untuk menambah ilmu dan pengalaman
beliau nyantri di Pesantren Cangaan Bangil, Pasuruan. Dari sini pindah
lagi ke Pesantren Keboncandi Pasuruan. Selama di Keboncandi beliau juga
berguru kepada Kiai Nur Hasan di Sidogiri, Pasuruan. Selama di
Keboncandi, beliau mencukupi kebutuhan hidup dan belajarnya sendiri
dengan menjadi buruh batik, agar tidak merepotkan orang tuanya, meskipun
ayahnya cukup mampu membiayainya.
Kemandirian
Kiai Kholil nampak ketika beliau berkeinginan belajar ke Makkah, beliau
tidak menyatakan niatnya kepada orang tuanya apalagi minta biaya,
tetapi beliau memutuskan belajar di sebuah pesantren di Banyuwangi.
Selama nyantri di Banyuwangi ini belaiau juga menjadi buruh pemetik
kelapa pada gurunya, dengan diberi upah 2,5 sen setiap pohon, upah ini
selalu ditabung.
Tahun
1859 ketika berusia 24 tahun Kiai Kholil memutuskan untuk berangkat ke
Makkah dengan biaya tabungannya, tetapi sebelum berangkat oleh orang
tuanya Kiai Kholil dinikahkan dengan Nyai Asyik. Di Makkah beliau
belajar pada syekh dari berbagai madzhab di Masjidil Haram, tetapi
beliau lebih banyak mengaji kepada syekh yang bermadzhab Syafi'i.
Sepulang
dari Tanah Suci, Kiai Kholil dikenal sebagai ahli fiqih dan thoriqot
yang hebat, bahkan ia dapat memadukan kedua ilmu itu dengan serasi dan
beliau juga hafidz (hafal Al-Quran 30 juz). Kiai Kholil kemudian
mendirikan pesantren di Desa Cengkebuan.
Setelah
puterinya yang bernama Siti Khotimah dinikahkan dengan keponakannya
sendiri Kiai Muntaha, pesantren di Desa Cengkebuan itu diserahkan kepada
menantunya. Sedangkan Kiai Kholil sendiri mendirikan pesantren di Desa
Kademangan, hampir di pusat kota sekitar 200 m sebelah barat alun-alun
Kota Bangkalan. Di pesantren yang baru ini beliau cepat memperoleh
santri. Santri yang pertama dari Jawa tercatat nama Hasyim Asy’ari dari
Jombang.
Pada tahun 1924
di Surabaya ada sebuah kelompok diskusi yang bernama Tashwirul Afkar
yang didirikan oleh seorang kiai muda Abduk Wahab Hasbullah. Dalam
perkembangannya, ketika Kiai Wahab Hasbullah beserta Kiai Hasyim Asy’ari
bermaksud mendirikan jam’iyah, Kiai Kholil memberikan restu dengan cara
memberikan tongkat dan tasbih melalui Kiai As’ad kepada Kiai Hasyim
Asy’ari.
Pada tanggal 29 Romadlon 1343 H dalam usia 91 tahun, karena usia lanjut belaiu wafat. Hampir semua pesantren di Indonesia yang ada sekarang masih mempunyai sanad dengan pesantren Kiai Kholil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar